Friday, December 11, 2015

Job Enrichment

A.                PENGERTIAN
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja. Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya.
B.        LANGKAH – LANGKAH
1. Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi satu.
2. Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja.
3. Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab.
4. Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung.
5. Menciptakan sarana – sarana umpan balik.
C.        PERTIMBANGAN
-          Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.
-          Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.
Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja (Hackman dan Oldham), yaitu: 
1. Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
2. Jati diri Tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas.
3. Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
4. Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja.
5. Umpan balik
Tingkat kinerja kegiatan kerja dalam memperoleh informasi tentang keefektifan kegiatannya. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan.

Dari artikel diatas dapat disimpulkan bahwa, job enrichment adalah cara untuk memberikan motivasi dan kepuasan kerja kepada pekerja dengan cara melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan, perencanaan kerja, menyelenggarakan rencana kerja sehingga pekerja dapat meningkatkan tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya sehingga dapat memperluas wawasan kerjanya. Job enrichment memiliki 5 langkah dalam pelaksanaannya serta memiliki pertimbangan dalam pelaksanaannya.


Friday, November 20, 2015

Motivasi

1. Definisi Motivasi
a.       Menurut Wikipedia, motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
b.       Menurut Victor H. Vroom, motivasi ialah sebuah akibat dari suatu hasil yang ingin diraih atau dicapai oleh seseorang dan sebuah perkiraan bahwa apa yang dilakukannya akan mengarah pada hasil yang diinginkannya.
c.        Azwar, motivasi merupakan sebuah rangsangan atau dorongan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok masyarakat yang ingin bekerjasama secara maksimal dalam melakukan sesuatu yang sudah direncanakan untuk mencapai sebuah tujuan yang sudah ditetapkan.
d.       Malayu, menjelaskan bahwa motivasi diambil dari kata latin yaitu movere yang artinya dorongan atau pemberian daya penggerak yang dapat menciptakan suatu kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja efektif, bekerjasama dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai sebuah kepuasan.
e.        G. R. Terry, menjelaskan bahwa motivasi ialah sebuah keinginan yang ada pada diri seseorang yang merangsangnya untuk melakukan berbagai tindakan.

Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan proses untuk meraih cita-cita atau harapan yang meliputi stimulus dan dorongan.

2.  TEORI DRIVE REINFORCEMENT & IMPLIKASI PRAKTISNYA
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya naik jabatan untuk seorang karyawan dinilai dari prestasi kerjanya selama mengabdi di institusi/perusahaan. Teori reinforcement ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
a.   Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement),
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b.  Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement),
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.

Jadi prinsip reinforcement selalu berhubungan dengan bertambahnya respon dari individu, dengan diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan.

3. TEORI HARAPAN DAN IMPLIKASI PRAKTISNYA
Menurut Nadler dan Lawler (1976) teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manager dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal dari pegawai:
a.    Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang mempunyai nilai bagi pegawai
b.    Definisikan secara cermat, dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur
apa yang dinginkan dari pegawai
c.    Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh pegawai
d.   Kaitkan hasil yang dinginkan dengan tingkat kinerja yang di inginkan
e.    Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk memotivasi perilaku yang penting
f.     Orang berkinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan daripada orang yang berkinerja rendah.

Teori harapan ini didasarkan atas:
a.    Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
b.    Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
c.    Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

4.   TEORI TUJUAN DAN IMPLIKASI PRAKTISNYA
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
a.    Dia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
b.    Dia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
c.    Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
d.   Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Dari teori diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan atau keinginan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).

5.     TEORI HIERARKI KEBUTUHAN MASLOW
a.    Kebutuhan Fisiologis
Terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan.
b.    Kebutuhan Keamanan
Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
c.    Kebutuhan Cinta
Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.
d.   Kebutuhan Esteem
Melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain.
e.    Kebutuhan Aktualisasi Diri
Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu inginkan.

Daftar Pustaka
Irianto, Anton. (2005). Born to win. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ferry, Nursalam. (2012). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga

Friday, November 6, 2015

Leadership

Kepemimpinan merupakan sebuah proses dalam memberikan contoh atau mempengaruhi orang lain yang dilakukan oleh seorang yang dikatakan sebagai pemimpin kepada bawahan atau pengikutnya dengan tujuan untuk mencapai target organisasi/institusi. Selain itu, kepemimpinan juga dapat dikatakan sebagai kemampuan individu dalam mengelola sebuah organisasi/institusi.

a.       Teori X dan Teori Y (Douglas McGregor)
       Konsep teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
·       Teori X
       Merupakan teori yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki tingkat ambisi yang rendah serta tidak suka bekerja. Selain itu dikatakan juga bahwa manusia hampir selalu menghindari tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
Teori ini mengarahkan para atasan untuk mengawasi serta memberikan pengarahan kerja sejelas-jelasnya kepada tipe karyawan yang memiliki ambisi rendah pada pekerjaannya namun menginginkan imbalan yang tidak sepadan dengan hasil kerjanya.
Misalnya: Buruh cuci, buruh pabrik
·       Teori Y
       Teori ini dapat dikatakan berbanding terbalik dengan teori X. Karena pada teori ini dikatakan bahwa bekerja adalah kodrati manusia sehingga harus dikerjakan sama seperti rutinitas harian lainnya. Teori ini menyatakan bahwa individu memiliki sifat yang suka bekerja, memiliki komitmen pada pekerjaannya, tidak pernah meninggalkan tanggung jawabnya.
Misalnya: Manager

b.      Teori Sistem 4 dari Rensis Linkert
1.      Asumsi dasar
       Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjaannya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat system:

Ø  Sistem pertama (Exploitive authoritative)
Sistem ini dipenuhi oleh otoritasi pemimpin yang memiliki sedikit kepercayaan kepada bawahan-bawahannya. Selain itu, pemimpin di sistem ini bersikap eksploitatif terhadap bawahannya serta memberikan sanksi namun disertai dengan penghargaan secara berkala kepada bawahannya. Pemimpin pada sistem ini hanya membatasi komunikasi dan pengambilan keputusan pada tingkat atas/pemegang kuasa.

Ø  Sistem kedua (Benevolent authoritative)
Sistem ini sedikit lebih fleksibel daripada sistem exploitive diatas. Pemimpin di sistem ini dapat mempercayai bawahannya dan memotivasi kinerja karyawannya dengan reward dan punishment. Komunikasi yang terjadi tidak hanya dari atasan ke bawahan, namun sebaliknya. Dan pengambilan keputusan juga disertai dengan gagasan-gagasan yang diperoleh dari bawahannya.

Ø  Sistem ketiga (Manager Consultative)
Sistem ini mengedepankan pimpinan yang mencari masukan dari bawahan/karyawannya. Kepercayaan pemimpin meningkat ketika pemimpin memerlukan ide, informasi, atau pendapat dari bawahannya. Memberlakukan dua pola hubungan komunikasi, yaitu ke atas dan ke bawah serta membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah.

Ø  Sistem keempat (Participative group)
Pada sistem ini, atasan-bawahan memiliki kerjasama yang aktif dalam membuat keputusan. Pemimpin/atasan memberikan kepercayaan penuh terhadap bawahan-bawahannya terutama dalam mendapatkan gagasan-gagasan baru. Pemimpin juga memberikan penghargaan berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan terutama dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut serta mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar.

c.       Model Leadership Continuum
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negative, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.
Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori Continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
1.  Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2.  Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3.  Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4.  Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
5.  Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan    (consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).

D.  Modern Choice Approach to Participation (Vroom & Yetton)
Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk:
ü  Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem solving situation).
ü  Menyarankan gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria penemukenalan jenis pemecahan persoalan.
E.    Contingency theory of Leadership dari Fiedler
Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73).
Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu. Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantIc differential suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
·         Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
·         Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
1)    Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
2)    Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
3)    Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
F.    Path Goal Theory
Dasar teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran di sepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls
Model path goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
·         Fungsi pertama : memberi kejelasan alur
·         Fungsi kedua : meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya

Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan. Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.

Kesimpulan:
Kepemimpinan merupakan kemampuan individu dalam memimpin dan mengelola suatu organisasi atau institusi dimana kepemimpinan ini memiliki 3 teori partisipatif yang memiliki karakteristik dan sudut pandang masing-masing.

Sumber & Referensi:
id.wikipedia.org
    http://ridfachairani.blogspot.co.id/2013/12/teori-teori-leadership.html
http://nintiyas.blog.com/2009/10/23/teori-kepemimpinan-partisipatif/

Friday, October 30, 2015

Kekuasaan

1.      Definisi

Kekuasaan merupakan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang harus dijalankan sesuai dengan aturannya dan tidak dapat digunakan sebagai alat untuk memuaskan ego individu/kelompok yang mendapatkan kekuasaan dengan mempengaruhi tingkah laku orang lain yang dapat merugikan orang tersebut.

Sumber – sumber kekuasaan menurut French dan Raven
1.        Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Merupakan kekuasaan yang menjadikan hukuman sebagai konsekwensi atas ketidak taatannya kepada pemegang kuasa. Dimana pemberian hukuman ini difungsikan juga untuk memperbaiki perilaku individu yang bukan sebagai pemegang kuasa.
2.        Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
Merupakan kemampuan seseorang pemegang kuasa untuk memberikan imbalan kepada orang lain karena kepatuhan mereka terhadap perintah atau permintaan pemegang kuasa. Kekuasaan ini digunakan sebagai motivasi dalam menjalankan tugas-tugas yang sedang atau yang akan dikerjakan.
3.        Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
Merupakan kemampuan individu/kelompok untuk mempengaruhi orang lain atas dasar dirinya adalah sang pemegang kuasa.
4.        Kekuasaan Pakar (Expert Power)
Kekuasaan ini diperoleh atas dasar kemampuan seseorang dalam suatu bidang dimana kemampuannya dinilai paling mendominasi dan paling tinggi diantara individu yang lainnya. Kekuasaan ini akan semakin kuat ketika belum ada orang yang dapat menyeimbangkan bahkan menggantikan posisi si ahli tersebut.
5.        Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Kekuasaan ini didasarkan pada daya tarik / ciri khas yang dimiliki oleh sang pemegang kuasa. Tak hanya akan diikuti/ditaati tapi pemegang kuasa akan di puji dan dikagumi sepanjang masa oleh para pengikutnya.

Kesimpulannya adalah, kekuasaan dapat dimiliki oleh satu atau bahkan lebih orang dengan tujuan untuk memimpin atau menjalankan suatu organisasi. Kekuasaan terdiri dari 5 bentuk. Dimana setiap bentuknya memiliki karakteristik masing-masing. Mulai dari memberi hukuman dengan tujuan memperbaiki perilaku di organisasinya, memberi imbalan untuk memotivasi pekerja agar performanya bisa lebih baik lagi, memanfaatkan status sebagai pemegang kuasa untuk kepentingan si pemegang kuasa sendiri dan ada kemungkinan untuk merugikan pihak yang bukan sebagai pemegang kuasa, dsb.

Referensi:
id.wikipedia.org
Sarwono, S.W. (2005). Psikologi sosial. Jakarta. Balai Pustaka

https://www.academia.edu/3771258/31010-10-362690505737

Friday, October 16, 2015

Mempengaruhi Perilaku

         A.    Definisi Pengaruh
Menurut KBBI, Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesama individu, benda atau situasi yang dapat membentuk watak, atau perbuatan seseorang. Sedangkan menurut Albert R. Roberts & Gilbert, pengaruh adalah wajah kekuasaan yang diperoleh oleh individu ketika tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Norman Barry mengartikan bahwa Pengaruh adalah suatu tipe kekuasaaan yang jika seorang yang dipengaruhi dapat bertindak dengan cara tertentu, atau dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian.
Kesimpulannya, Pengaruh adalah kekuatan yang dapat mengakibatkan perubahan pada seorang individu baik dari pola pikir, watak, dan cara bertindaknya.

  1. Kunci-Kunci perubahan perilaku
Perubahan perilaku adalah penerapan yang terencana dan sistematis dari prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah perilaku mal adaptif (Fisher & Gochros, 1975)

Karakteristik perubahan perilaku:

·    Fokus kepada perilaku (prosedur perubahan perilaku dirancang untuk merubah perilaku
bukan merubah karakter atau sifat seseorang)
·  Perilaku yang dirubah disebut target perilaku meliputi perilaku yang berlebihan atau
perilaku yang tidak/kurang dimiliki oleh orang
· Prosedurnya didasarkan kepada prinsip-prinsip behavioral. Perubahan perilaku adalah
penerapan prinsip-prinsip dasar yang awalnya berasal dari penelitian eksperimental
dengan binatang dilaboratorium (Skiner, 1938).
· Penekanannya kepada peristiwa-peristiwa didalam lingkungan. Perubahan perilaku
meliputi asesmen dan perubahan peristiwa-peristiwa lingkungan yang mempunyai
hubungan fungsional dengan perilaku
· Treatment dilakukan oleh orang didalam kehidupan sehari-hari (Kazdin, 1994).
Perubahan perilaku akan lebih efektif  apabila dikembangkan oleh orang-orang yang
berada dilingkungan individu yang perilakunya menjadi target perubahan seperti guru,
orangtua atau orang lain yang dilatih tentang perubahan perilaku
· Pengukuran perubahan perilaku. Melakukan pengukuran sebelum dan sesudah
intervensi dilakukan untuk melihat perubahan perilaku. Asesmen terus dilakukan setelah
intervensi untuk melihat apakah perubahan perilaku yang sudah terjadi dapat terjaga.
· Mengabaikan peristiwa-peristiwa masa lalu sebagai penyebab perilaku. Penekanan
perubahan perilaku kepada peristiwa-peristiwa lingkungan saat ini yang menjadi penyebab
perilaku sebagai dasar pemilihan intervensi perubahan perilaku yang tepat.
· Menolak hipotetis yang mendasari penyebab perilaku. Skiner (1974) menjelaskan bahwa
dugaan terhadap penyebab yang mendasari perilaku tidak pernah dapat diukur atau
dimanipulasi untuk menunjukkan hubungan fungsional perilaku.

  1. Bagaimana Mempengaruhi Orang Lain
            Cara mempengaruhi orang lain dengan dasar Pendekatan Komunikasi Persuasi dikemukakan oleh Aristotle yang menyatakan terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu:

·   Logical argument (logos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan.
·  Psychological/ emotional argument (pathos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif.
·  Argument based on credibility (ethos), yaitu ajakan atau arahan yang dituruti oleh pendengar/penonton karena komunikator/penasihat/pembicara memiliki kredibilitas sebagai ahli dalam bidangnya.

  1. Wewenang
Wewenang adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum yang dimana dengan hak tersebut seseorang atau badan hukum dapat memerintah untuk berbuat sesuatu.

Dalam wewenang yang ada di manajemen, terbagi atas:

-          Wewenang lini
      Wewenang lini adalah wewenang dimana atasan melakukannya kepada bawahannya langsung. Yaitu atasan langsung memberi wewenang kepada bawahannya, wujudnya dalam wewenang perintah dan tercermin sebagai rantai perintah yang diturunkan ke bawahan melalui tingkatan organisasi.
-          Wewenang staff
   Wewenang staff adalah hak yang dipunyai oleh satuan-satuan staf untuk menyarankan, memberi rekomendasi, atau konsultasi kepada personalia ini. Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang duduk sebagai staf dengan menganalisa melalui metode kuisioner, metode observasi, metode wawancara atau dengan menggabungkan ketiganya.
-          Wewenang Fungsional
Wewenang fungsional merupakan tipe ketiga dari struktur yang ditemukan dalam organisasi baik
secara temporer atau permanen. Perbedaan antara struktur line and staff dan fungsional adalah
pada fungsional, staf ahli melaksanakan wewenang langsung atas beberapa jalur aktivitas
departemen. Kadang- kadang wewenang fungsional merupakan hasil dari kebijakan tak tertulis. 

Sumber:

Ø  Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Ø  Kamus Besar Bahasa Indonesia

Øhttp://rhamaugwisnu.blogspot.co.id/2013/01/wewenang-kekuasaan-dan-pengaruh_6203.html