Kepemimpinan merupakan sebuah proses dalam
memberikan contoh atau mempengaruhi orang lain yang dilakukan oleh seorang yang
dikatakan sebagai pemimpin kepada bawahan atau pengikutnya dengan tujuan untuk
mencapai target organisasi/institusi. Selain itu, kepemimpinan juga dapat
dikatakan sebagai kemampuan individu dalam mengelola sebuah organisasi/institusi.
a. Teori X dan Teori Y (Douglas
McGregor)
Konsep teori ini
dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin
organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai /
karyawan yaitu teori x atau teori y.
· Teori X
Merupakan teori
yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki tingkat ambisi
yang rendah serta tidak suka bekerja. Selain itu dikatakan juga bahwa manusia
hampir selalu menghindari tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
Teori ini mengarahkan para atasan untuk mengawasi serta
memberikan pengarahan kerja sejelas-jelasnya kepada tipe karyawan yang memiliki
ambisi rendah pada pekerjaannya namun menginginkan imbalan yang tidak sepadan
dengan hasil kerjanya.
Misalnya: Buruh cuci, buruh pabrik
· Teori Y
Teori ini dapat
dikatakan berbanding terbalik dengan teori X. Karena pada teori ini dikatakan
bahwa bekerja adalah kodrati manusia sehingga harus dikerjakan sama seperti
rutinitas harian lainnya. Teori ini menyatakan bahwa individu memiliki sifat
yang suka bekerja, memiliki komitmen pada pekerjaannya, tidak pernah
meninggalkan tanggung jawabnya.
Misalnya: Manager
b. Teori Sistem 4 dari Rensis Linkert
1. Asumsi dasar
Bila seseorang
memperhatikan dan memelihara pekerjaannya dengan baik maka operasional organisasi
akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat system:
Ø Sistem pertama (Exploitive authoritative)
Sistem ini dipenuhi oleh otoritasi
pemimpin yang memiliki sedikit kepercayaan kepada bawahan-bawahannya. Selain itu,
pemimpin di sistem ini bersikap eksploitatif terhadap bawahannya serta memberikan
sanksi namun disertai dengan penghargaan secara berkala kepada bawahannya. Pemimpin
pada sistem ini hanya membatasi komunikasi dan pengambilan keputusan pada
tingkat atas/pemegang kuasa.
Ø Sistem kedua (Benevolent authoritative)
Sistem
ini sedikit lebih fleksibel daripada sistem exploitive diatas. Pemimpin di
sistem ini dapat mempercayai bawahannya dan memotivasi kinerja karyawannya
dengan reward dan punishment. Komunikasi yang terjadi tidak hanya
dari atasan ke bawahan, namun sebaliknya. Dan pengambilan keputusan juga disertai
dengan gagasan-gagasan yang diperoleh dari bawahannya.
Ø Sistem ketiga (Manager Consultative)
Sistem ini mengedepankan pimpinan
yang mencari masukan dari bawahan/karyawannya. Kepercayaan pemimpin meningkat
ketika pemimpin memerlukan ide, informasi, atau pendapat dari bawahannya. Memberlakukan
dua pola hubungan komunikasi, yaitu ke atas dan ke bawah serta membuat
keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah.
Ø Sistem keempat (Participative group)
Pada sistem ini, atasan-bawahan memiliki
kerjasama yang aktif dalam membuat keputusan. Pemimpin/atasan memberikan
kepercayaan penuh terhadap bawahan-bawahannya terutama dalam mendapatkan
gagasan-gagasan baru. Pemimpin juga memberikan penghargaan berdasarkan
partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan terutama dalam
penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut
serta mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan
juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar.
c. Model Leadership Continuum
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum
dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994)
berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara,
yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku
otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut
dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negative,
dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.
Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh
sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori Continuum ada tujuh tingkatan hubungan
pemimpin dengan bawahan:
1. Pemimpin
membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin
menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin
menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin
memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
5. Pemimpin
memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan
(consulting).
6. Pemimpin
menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
7. Pemimpin
mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
D. Modern
Choice Approach to Participation (Vroom & Yetton)
Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan
oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil.
Model teori ini dapat digunakan untuk:
ü Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan
persoalan secara berkelompok (group problem solving situation).
ü Menyarankan gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak
untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu
klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria
penemukenalan jenis pemecahan persoalan.
E. Contingency theory of Leadership dari Fiedler
Model Contingency dari kepemimpinan yang
efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the
performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the
leader and the degree to which the leader has control and influence in a
particular situation, the situational favorableness (Fiedler,
1974:73).
Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja
satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana
pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu. Untuk
menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap
dalam bentuk skala semantIc differential suatu skala yang
terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak
psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja
yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang
tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak
disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC
yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya
skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka
yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi
ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
·
Pemimpin
dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk
berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun
yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
·
Pemimpin
dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung
untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan
keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga)
dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin
yang sangat efektif, yaitu:
1) Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda
dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis,
atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang
pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah /
dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini
diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
2) Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama
tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung
jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak
tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah
jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan
anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam
pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
3) Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member
relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari
sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan
struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha /
organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan
terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan
ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda
derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan
yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik,
struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak
menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik,
struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
F. Path Goal Theory
Dasar teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin
untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah
dan dukungan atau keduanya yang di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai
dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path goal
ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk
membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan
menciptakan penelusuran di sepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi
hambatan dan pitfalls
Model path goal menganjurkan
bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
·
Fungsi
pertama : memberi kejelasan alur
·
Fungsi
kedua : meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya
Model kepemimpinan path-goal berusaha
meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini,
pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif,
kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut
sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi
persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan
untuk menggapai tujuan. Model path-goal menjelaskan bagaimana
seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan
bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang
mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan
bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha
dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika
melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan
dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga
mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu
bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Kesimpulan:
Kepemimpinan merupakan kemampuan individu dalam memimpin dan
mengelola suatu organisasi atau institusi dimana kepemimpinan ini memiliki 3
teori partisipatif yang memiliki karakteristik dan sudut pandang masing-masing.
Sumber
& Referensi:
id.wikipedia.org
http://ridfachairani.blogspot.co.id/2013/12/teori-teori-leadership.html
http://nintiyas.blog.com/2009/10/23/teori-kepemimpinan-partisipatif/