Friday, November 20, 2015

Motivasi

1. Definisi Motivasi
a.       Menurut Wikipedia, motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
b.       Menurut Victor H. Vroom, motivasi ialah sebuah akibat dari suatu hasil yang ingin diraih atau dicapai oleh seseorang dan sebuah perkiraan bahwa apa yang dilakukannya akan mengarah pada hasil yang diinginkannya.
c.        Azwar, motivasi merupakan sebuah rangsangan atau dorongan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok masyarakat yang ingin bekerjasama secara maksimal dalam melakukan sesuatu yang sudah direncanakan untuk mencapai sebuah tujuan yang sudah ditetapkan.
d.       Malayu, menjelaskan bahwa motivasi diambil dari kata latin yaitu movere yang artinya dorongan atau pemberian daya penggerak yang dapat menciptakan suatu kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja efektif, bekerjasama dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai sebuah kepuasan.
e.        G. R. Terry, menjelaskan bahwa motivasi ialah sebuah keinginan yang ada pada diri seseorang yang merangsangnya untuk melakukan berbagai tindakan.

Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan proses untuk meraih cita-cita atau harapan yang meliputi stimulus dan dorongan.

2.  TEORI DRIVE REINFORCEMENT & IMPLIKASI PRAKTISNYA
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya naik jabatan untuk seorang karyawan dinilai dari prestasi kerjanya selama mengabdi di institusi/perusahaan. Teori reinforcement ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
a.   Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement),
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b.  Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement),
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.

Jadi prinsip reinforcement selalu berhubungan dengan bertambahnya respon dari individu, dengan diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan.

3. TEORI HARAPAN DAN IMPLIKASI PRAKTISNYA
Menurut Nadler dan Lawler (1976) teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manager dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal dari pegawai:
a.    Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang mempunyai nilai bagi pegawai
b.    Definisikan secara cermat, dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur
apa yang dinginkan dari pegawai
c.    Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh pegawai
d.   Kaitkan hasil yang dinginkan dengan tingkat kinerja yang di inginkan
e.    Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk memotivasi perilaku yang penting
f.     Orang berkinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan daripada orang yang berkinerja rendah.

Teori harapan ini didasarkan atas:
a.    Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
b.    Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
c.    Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

4.   TEORI TUJUAN DAN IMPLIKASI PRAKTISNYA
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
a.    Dia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
b.    Dia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
c.    Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
d.   Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Dari teori diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan atau keinginan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).

5.     TEORI HIERARKI KEBUTUHAN MASLOW
a.    Kebutuhan Fisiologis
Terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan.
b.    Kebutuhan Keamanan
Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
c.    Kebutuhan Cinta
Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.
d.   Kebutuhan Esteem
Melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain.
e.    Kebutuhan Aktualisasi Diri
Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu inginkan.

Daftar Pustaka
Irianto, Anton. (2005). Born to win. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ferry, Nursalam. (2012). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga

Friday, November 6, 2015

Leadership

Kepemimpinan merupakan sebuah proses dalam memberikan contoh atau mempengaruhi orang lain yang dilakukan oleh seorang yang dikatakan sebagai pemimpin kepada bawahan atau pengikutnya dengan tujuan untuk mencapai target organisasi/institusi. Selain itu, kepemimpinan juga dapat dikatakan sebagai kemampuan individu dalam mengelola sebuah organisasi/institusi.

a.       Teori X dan Teori Y (Douglas McGregor)
       Konsep teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
·       Teori X
       Merupakan teori yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki tingkat ambisi yang rendah serta tidak suka bekerja. Selain itu dikatakan juga bahwa manusia hampir selalu menghindari tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
Teori ini mengarahkan para atasan untuk mengawasi serta memberikan pengarahan kerja sejelas-jelasnya kepada tipe karyawan yang memiliki ambisi rendah pada pekerjaannya namun menginginkan imbalan yang tidak sepadan dengan hasil kerjanya.
Misalnya: Buruh cuci, buruh pabrik
·       Teori Y
       Teori ini dapat dikatakan berbanding terbalik dengan teori X. Karena pada teori ini dikatakan bahwa bekerja adalah kodrati manusia sehingga harus dikerjakan sama seperti rutinitas harian lainnya. Teori ini menyatakan bahwa individu memiliki sifat yang suka bekerja, memiliki komitmen pada pekerjaannya, tidak pernah meninggalkan tanggung jawabnya.
Misalnya: Manager

b.      Teori Sistem 4 dari Rensis Linkert
1.      Asumsi dasar
       Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjaannya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat system:

Ø  Sistem pertama (Exploitive authoritative)
Sistem ini dipenuhi oleh otoritasi pemimpin yang memiliki sedikit kepercayaan kepada bawahan-bawahannya. Selain itu, pemimpin di sistem ini bersikap eksploitatif terhadap bawahannya serta memberikan sanksi namun disertai dengan penghargaan secara berkala kepada bawahannya. Pemimpin pada sistem ini hanya membatasi komunikasi dan pengambilan keputusan pada tingkat atas/pemegang kuasa.

Ø  Sistem kedua (Benevolent authoritative)
Sistem ini sedikit lebih fleksibel daripada sistem exploitive diatas. Pemimpin di sistem ini dapat mempercayai bawahannya dan memotivasi kinerja karyawannya dengan reward dan punishment. Komunikasi yang terjadi tidak hanya dari atasan ke bawahan, namun sebaliknya. Dan pengambilan keputusan juga disertai dengan gagasan-gagasan yang diperoleh dari bawahannya.

Ø  Sistem ketiga (Manager Consultative)
Sistem ini mengedepankan pimpinan yang mencari masukan dari bawahan/karyawannya. Kepercayaan pemimpin meningkat ketika pemimpin memerlukan ide, informasi, atau pendapat dari bawahannya. Memberlakukan dua pola hubungan komunikasi, yaitu ke atas dan ke bawah serta membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah.

Ø  Sistem keempat (Participative group)
Pada sistem ini, atasan-bawahan memiliki kerjasama yang aktif dalam membuat keputusan. Pemimpin/atasan memberikan kepercayaan penuh terhadap bawahan-bawahannya terutama dalam mendapatkan gagasan-gagasan baru. Pemimpin juga memberikan penghargaan berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan terutama dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut serta mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar.

c.       Model Leadership Continuum
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negative, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.
Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori Continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
1.  Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2.  Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3.  Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4.  Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
5.  Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan    (consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).

D.  Modern Choice Approach to Participation (Vroom & Yetton)
Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk:
ü  Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem solving situation).
ü  Menyarankan gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria penemukenalan jenis pemecahan persoalan.
E.    Contingency theory of Leadership dari Fiedler
Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73).
Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu. Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantIc differential suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
·         Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
·         Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
1)    Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
2)    Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
3)    Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
F.    Path Goal Theory
Dasar teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran di sepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls
Model path goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
·         Fungsi pertama : memberi kejelasan alur
·         Fungsi kedua : meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya

Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan. Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.

Kesimpulan:
Kepemimpinan merupakan kemampuan individu dalam memimpin dan mengelola suatu organisasi atau institusi dimana kepemimpinan ini memiliki 3 teori partisipatif yang memiliki karakteristik dan sudut pandang masing-masing.

Sumber & Referensi:
id.wikipedia.org
    http://ridfachairani.blogspot.co.id/2013/12/teori-teori-leadership.html
http://nintiyas.blog.com/2009/10/23/teori-kepemimpinan-partisipatif/